Deskripsi

Rabu, 14 April 2010

Full Kegiatan, Muncullah Perilaku Antagonis

Sebenarnya sudah lama ingin menulis di blog ini tetapi karena tidak sempat, jadi disimpan di angan-angan dulu dech. Tulisan ini merupakan tulisan pertama di blog ini (meskipun dulu pernah posting tugas kuliah). Tulisan ini, yaitu mengenai sikap/perilaku antagonis seseorang atau bisa dibilang bad mood an yang disebabkan oleh suatu hal. Kenapa penulis tertarik untuk menulis dengan tema pertama kali yaitu perilaku antagonis? Hal ini disebabkan penulis mengalami hal tersebut dan ingin berbagi dengan yang lainnya. Jadi intinya untuk tulisan saya kali ini genre nya curhatan dan permasalahan pribadi yang mengharapkan solusi dari setiap pihak.

Beberapa waktu lalu ada teman yang bilang, “Bud, muka kamu kok cemberut aja dari tadi, lagi dapet yah?” dengan nada bercanda. Dan canda tersebut langsung saya tanggapi dengan rasa kesal yang ingin saya luapkan. Hal itulah yang mendasari penulis ingin mengeluarkan uneg-unegnya. Bukan tanpa alasan saya sering muring-muring (marah) hampir tiap hari di kelas pada saat kuliah. Setelah saya pikir-pikir memang benar, saya akhir-akhir ini memang sering marah, yang disebabkan kegiatan yang penuh serta munculnya permasalahan dari setiap kegiatan tersebut. Dengan kompleks nya permasalahan dari setiap kegiatan yang belum 100% mendapatkan solusinya.

Bukannya sok sibuk atau bagaimana, tetapi memang dengan munculnya permasalahan yang menumpuk pada setiap kegiatan maka muncul perilaku antagonis. Bahkan teman-teman dekat saya sering protes, “Loh kok aku dimarahin, salahku apa?” Canda teman-temanku. Dengan meluapkan masalah kepada orang-orang di sekitar kita memang sedikit mengurangi beban pikiran. Tetapi juga tidak baik jika berlarut-larut dan berkelanjutan, bisa-bisa teman-teman di sekitarku pada kabur. Sebenarnya dengan pintar-pintar me-manage waktu, tidak akan terjadi perilaku antagonis seperti ini. Tapi memang masih dalam proses saja mencari sesuatu yang terbaik.

Kegiatan sich tidak terlalu padat, ada 3 kegiatan yang saya anggap perlu perhatian lebih. Yang pertama, tentu kuliah saya hari senin hingga Jumat yang tidak terlalu padat. Hanya saja pada waktu-waktu tertentu sangat banyak menumpuk tugas. Dimana dalam kelas juga ada beberapa yang selalu bikin saya merasa males banget karena beberapa hal. Dan dengan sifat yang beraneka ragam baik yang positif maupun yang egois seenaknya sendiri. Yang kedua, yaitu kegiatan salah satu UKM universitas yang tingkat intensitasnya cukup tinggi karena berada pada posisi yang lumayan penting. Dimana menuntut tanggung jawab yang lebih. Dan teman antar pengurus yang tidak saling mendukung. Yang terakhir, yaitu kegiatan mengurus KKL kelas 1 offering yang cukup tinggi intensitas kerjanya, apalagi sebagai ketua pelaksana. jika orang-orang yang ada di dalamnya mudah diatur sich tidak masalah, tetapi jika sebaliknya.

Dari masing-masing kegiatan tersebut muncul permasalahan yang bercampur aduk caruk maruk yang membuat perilaku antagonis saya muncul. Saya biasa menyebutnya permasalahan yang kompleks atau kompleksitas. Mengapa demikian? Karena satu demi satu permasalahan saling tarik menarik tanggung jawab saya. Sebenarnya bukan apa, jika ada figur yang bisa membuat saya tenang dan merasa nyaman pada ketiga kegiatan yang telah disebutkan. Dukungan itulah yang memotivasi untuk menjadi lebih baik. Tetapi jika tidak ada orang yang bisa mengerti saya, dan egois karepe dewe, bagaimana?

Saya menyadari bahwa setiap manusia diciptakan berbeda, dengan sifat berbeda dan semuanya yang berbeda. Tetapi yang saya inginkan adalah penghargaan dan saling pengertian. Dalam setiap kegiatan selalu ada beberapa orang yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri tanpa melihat bahwa sesuatu yang telah dilakukan butuh penghaargaan. Intinya yaitu saling support, jangan egois dengan memikirkan diri sendiri. Kita hidup untuk saling berbagi.

Semoga saya bisa menjadi orang yang lebih baik! Dan mohon solusi apa yang dapat Anda tawarkan kepada saya.

Minggu, 28 Februari 2010

KETRAMPILAN MENGADAKAN VARIASI DALAM PENGAJARAN

Bosan merupakan masalah yang selalu terjadi dimana-mana dan orang selalu berusaha menghindarinnya. Bosan terjadi jika seseorang selalu melihat, merasakan, mengalami peristiwa yang sama secara berulang-ulang, bertemu dengan hal-hal yang “itu-itu” saja dan tidak ada sesuatu yang diharapkan. Begitu juga dengan proses pembelajaran atau pengajaran oleh guru. Jika guru tidak pandai mengadakan variasi pengajaran tentunya peserta didik akan mengalami kejenuhan atau kebosanan. Menurut Hasibuan (1986:64), faktor kebosanan yang disebabkan oleh adanya penyajian kegiatan belajar yang begitu-begitu saja akan mengakibatkan perhatian, motivasi, dan minat siswa terhadap pelajaran, guru, dan sekolah menurun. Untuk itu diperlukan adanya keanekaragaman dalam penyajian kegiatan belajar. Pada penjelasan selanjutnya akan dijelaskan variasi-variasi yang dilakukan guru dalam proses pengajaran yang bertujuan agar siswa tidak mengalami kebosanan dalam menerima pelajaran.
Menggunakan variasi diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan secara aktif (Hasibuan, 1986:64). Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton dan begitu saja. Variasi di dalam kegiatan pembelajaran dapat menghilangkan kebosanan, meningkatkan minat dan keingintahuan siswa, melayani gaya belajar siswa yang beragam, serta meningkatkan kadar keaktifan siswa.
Dari definisi di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah laku, sikap dan perbuatan guru dalam kontek belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa, sehingga siswa memiliki minat belajar yang tinggi terhadap pelajarannya. Dan ini bisa dibuktikan melalui ketekunan, antusiasme, keaktifan mereka dalam belajar dan mengikuti pelajarannya di kelas. Anak tidak bisa dipaksakan untuk terus menerus memusatkan perhatiannya dalam mengikuti pelajarannya, apalagi jika guru saat mengajar tanpa menggunakan variasi alias monoton yang membuat siswa kurang perhatian, mengantuk, dan mengalami kebosanan.
Dalam keterampilan mengadakan variasi proses belajar mengajar, pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga aspek penggunaan variasi sebagai berikut.
1.Variasi gaya mengajar
Agar anak tidak mengalami kebosanan dalam belajar maka guru dapat melakukan variasi dalam gaya mengajar. Dalam memberi gaya mengajar ini guru dapat melakukan dengan cara variasi suara, pemusatan perhatian (penekanan), kesenyapan, kontak pandang, gerakan anggota badan dan pindah posisi. Variasi gaya mengajar ini akan dijelaskan lebih lanjut.
2.Variasi penggunaan media dan bahan pengajaran
Tiap anak didik memiliki kemampuan indra yang tidak sama baik pendengaran maupun penglihatannya demikian juga kemampuan berbicara. Ada yang lebih senang membaca, ada yang lebih mendengarkan, ada yang suka mendengarkan dulu baru membaca dan sebaliknya. Dengan variasi penggunaan media, kelemahan indra yang dimiliki tiap anak didik dapat dikurangi. Untuk menarik perhatian anak didik misalnya, guru dapat memulai berbicara lebih dulu, kemudian menulis di papan tulis dilanjutkan dengan melihat contoh kongkrit. Dengan variasi seperti itu dapat memberi stimulus terhadap indra anak didik.
Menurut Faried (2009), media dan alat pengajaran bila ditinjau dari indera yang digunakan dapat digolongkan ke dalam tiga bagian, yakni media yang dapat didengar, dilihat, dan diraba. Adapun variasi penggunaan alat antara lain: variasi alat atau bahan yang dapat dilihat (visual aids), variasi alat atau bahan yang dapat didengar (auditif aids), variasi alat atau bahan yang dapat diraba (motorik), dan variasi alat atau bahan yang dapat didengar, dilihat dan diraba (audio visual aids)
Sejalan dengan penjelasan yang telah diungkapkan di atas, ada tiga variasi penggunaan media Menurut Syaiful Bahri Djamarah (dalam Abied, 2009), yaitu:
a.Media Pandang
Penggunaan media pandang dapat diartikan sebagai penggunaan alat dan bahan ajaran khusus untuk komunikasi, seperti buku, majalah, globe, majalah dinding, film, film strip, TV, recorder, gambar grafik, dan lain-lain.
b.Variasi Media Dengar
Media dengar yang dapat dipakai adalah pembicaraan anak didik, rekaman bunyi dan suara, rekaman musik, rekaman drama, wawancara yang semuanya itu dapat memiliki relevansi dengan pelajaran.
c.Variasi Media Taktil
Variasi media taktil adalah penggunaan media yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk menyentuh dan memanipulasi benda atau bahan ajaran.
Dengan penggunaan media yang bervariasi tersebut dapat meningkatkan semangat siswa untuk belajar dan tentunya dapat mengurangi tingkat kebosanan siswa pada saat penyampaian materi oleh guru. Maka dari itu penggunaan media dan bahan pengajaran harus lebih disiapkan oleh guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
3.Variasi pola interaksi
Pola interaksi yang terjalin antara guru dengan siswanya merupakan kegiatan yang sering dijumpai dalam proses pengajaran. Guru yang baik adalah guru yang memberikan kesempatan anak didiknya untuk mengutarakan pendapatnya. Untuk merangsang siswa agar aktif untuk mengutarakan pendapat atau bertanya tersebut, perlu diadakan variasi pola interaksi antara guru dengan siswa.
Variasi dalam pola interaksi antara guru dengan anak didik memiliki rentangan yang bergerak dari dua kutub (dalam Abied, 2009), yaitu:
a.Anak didik bekerja atau belajar secara bebas tanpa campur tangan dari guru.
b.Anak didik mendengarkan dengan pasif. Situasi didominasi oleh guru dimana guru berbicara kepada anak didik.
Diantara dua kutub itu banyak kemungkinan dapat terjadi. Misalnya, guru berbicara dengan sekelompok kecil anak didik melalui pengajuan beberapa pertanyaan atau guru berbincang dengan anak didik secara individual, atau guru menciptakan situasi sedemikian rupa sehingga antar anak didik dapat saling tukar pendapat melalui penampilan diri, demonstrasi, atau diskusi.
Menurut Yamin (2008:173), interaksi antara siswa dan guru adalah proses komunikasi yang dilakukan secara timbal balik dalam menyampaikan pesan (message) kepada siswa. Interaksi yang dimaksud tidak terlepas dari unsur komunikasi, yakni melibatkan komponen komunikator, komunikan, pasan, dan media. Keempat unsur ini akan melahirkan umpan balik yang disebut interaksi.
Read More, open doc file at
http://www.ziddu.com/download/8768226/KeterampilanMengadakanVariasiPengajaran.doc.html

Kamis, 25 Februari 2010

Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Model pembelajaran STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif atau cooperative learning yang paling sederhana. Model cooperative learning sistem STAD merupakan salah satu tipe cooperative learning yang bertujuan mendorong siswa berdiskusi, saling bantu menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan yang diberikan. STAD melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok atas pembelajaran dalam kelompok yg terdiri dari anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda. Slavin (1995) mengemukakan ada 5 langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini, yaitu:
1)Persiapan
Pada tahap ini guru memulainya dengan menyampaikan kepada siswa apa yang hendak dipelajari dan mengapa hal itu penting. Selanjutnya guru menyampaikan secara khusus tujuan pembelajaran. Guru membangkitkan motivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi apa yang akan mereka pelajari. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan apersepsi sebagai pengantar menuju materi.
2)Penyajian Materi
Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan beberapa hal sebagai berikut: (a) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok; (b) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan sekadar hafalan; (c) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa; (d) memberi penjelasan atau alasan mengapa jawaban itu benar atau salah dan (e) beralih pada materi berikutnya jika siswa telah memahami masalah yang ada,
3)Tahap Kerja Kelompok
Pada tahap ini, siswa diberi kertas kerja sebagai bahan yang akan dipelajari dalam bentuk open-ended tasks. Dalam kerja kelompok ini siswa saling berbagi tugas, saling bantu menyelesaikan tugas dengan target setiap anggota kelompok mampu memahami materi secara benar. Salah satu kerja kerja dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru harus mampu berperan sebagai fasilitator dan motivator kerja kelompok.
Selanjutnya langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:
a.Mintalah anggota kelompok untuk memindahkan meja/bangku agar mereka berkumpul menjadi satu kelompok.
b.Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok.
c.Bagikan lembar kegiatan siswa.
d.Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu.
e.Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru.
f.Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya.
4)Tahap Tes Individu
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual atau quiz mengenai materi yang telah dipelajari dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan open-ended tasks dimana tes individu dilakukan pada akhir setiap pertemuan. Tujuannya agar siswa dapat menunjukkan pemahaman dan apa yang telah dipelajari sebelumnya. Skor yang diperoleh siswa per individu ini didata dan diarsipkan sebagai bahan untuk perhitungan skor kelompok.
5)Tahap Penghargaan
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok. Skor kelompok adalah rata-rata dari peningkatan individu dalam kelompok tersebut. Penghargaan diberikan pada anggota tim yang paling baik/berprestasi. Penghargaan kelompok dilakukan dalam tahapan berikut ini: a) Menghitung skor individu kelompok. b) Nilai perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih perolehan skor tes awal dan tes berikutnya, sehingga setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memberi sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya. Nilai kelompok (Nk) diperoleh dengan rumus:



Kriteria pemberian poin peningkatan dapat dilihat pada tabel cara perhitungan skor perkembangan individu (Slavin, 1995: 80).
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal diberi skor perkembangan 5.
10 poin sampai 1 poin dibawah skor awal diberi skor perkembangan 10.
Skor kuis sampai 10 poin di atas skor awal diberi skor perkembangan 20.
Lebih dari 10 poin dari skor awal diberi skor perkembangan 30.
Nilai sempurna diberi skor perkembangan 30.
Penghargaan pada kelompok terdiri atas 3 tingkat, yaitu:
Super team diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 25
Great team diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 20
Good team diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 15
Dari uraian model pembelajaran kooperatif tipe STAD di atas, dapat dirangkum langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.
1.Guru menyampaikan materi.
2.Siswa membentuk kelompok untuk menyelesaikan masalah.
3.Menyerahkan/mempresentasikan hasil kerja kelompok.
4.Memberi tes/kuis.
5.Memberikan penghargaan kelompok.
Jadi dapat disimpulkan bahwa cooperative learning menjadi strategi yg efektif untuk meningkatkan prestasi jika 2 syarat terpenuhi (Slavin, 1995):
1.Disediakan penghargaan kepada kelompok
Anggota kelompok menyadari bahwa membantu orang lain juga untuk kepentingan diri mereka sendiri.
2.Individu dimintai pertanggungjawaban
Perlu metode atau teknik untuk mengevaluasi kinerja anggota.
Hendaknya semua siswa merasa memberikan kontribusi (no free reader).